Apresiasi
Musikalisasi Puisi/Sajak Pada Suatu Hari Nanti Karya Sapardi Djoko Damono yang
berjenis Sajak yang syairnya dijadikan lagu.
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri
Pada
suatu hari nanti
Suaraku
tak terdengar lagi
Tapi
di antara larik-larik sajak ini
Kau
akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari
Karya
: Sapardi Djoko Damono
Download Musikalisasi Puisinya, klik link ini >>> Pada Suatu Hari Nanti.mp3
I.
Tanggapan
Berdasarkan Isi
Pada
suatu hari nanti, buah karya Sapardi Djoko Damono ini berceritakan mengenai
sepercik harapan pengarang melalui sebuah sajak yang ditulisnya. Harapan yang
dituliskan sang pengarang dalam sajaknya tersebut merupakan sebuah harapan
perandaian, dimana apabila kelak beliau sudah tiada, namun karya sastranya
dapat tetap di kenang. Seperti dalam bait pertama “Pada suatu hari nanti
jasadku tak aka nada lagi” yang isinya yaitu berandai-andai apabila beliau
kelak sudah meninggal, dan pada bait selanjutnya “Tapi dalam bait-bait sajak
ini kau takkan kurelakan sendiri” yang maknanya yaitu bahwa setiap karya
sastra/sajak-sajak yang pernah beliau tulis dapat terus dikenang untuk menemani
setiap orang yang membacanya ataupun mendengarnya. Dan pada bait-bait
selanjutnyapun pada intinya mempunyai maknya yang sama dengan bait-bait
sebelumnya.
Jadi, intinya sajak tersebut
mempunyai makna akan harapan pengarang yang kalau saja pada suatu hari nanti
beliau sudah tidak bisa berkarya dan menulis sajak-sajak/puisi-puisi lagi,
beliau tetap ingin dikenang melalui semua karya sastra yang pernah beliau tulis,
salah satunya melalui sajak “Pada Suatu Hari Nanti Ini”.
Jauh dari perihal isi dan makna
sajak di atas, disini selanjutnya saya akan lebih mengembangkan makna dan pesan
dari sajak tersebut. Sapardi Djoko Damonopun dalam sajaknya ini menurut pemahaman
saya, beliau berpesan bahwa melalui sajak ini beliaupun memberikan pelajaran
untuk kita, bahwasanya manusia itu tidak ada yang kekal ataupun abadi, kelak
siapapun itu pasti akan mati juga pada akhirnya. Namun, kita harus ingat,
selama hidup di dunia, kita harus berpikir tentang apa sebenarnya tujuan kita
hidup di dunia? Kalau kelak kita sudah tiada, kita ingin dikenang sebagai apa?
Atau sebagai siapa? Setiap manusia pasti memiliki angan-angan atau keinginan
yang ingin dicapai. Untuk itu raihlah semua yang ingin kita capai selama kita
hidup dan selama harapan itu bersifat positif, dan janganlah menyia-nyiakan
waktu yang ada dengan hal-hal yang negatif. Karena apabila kita sudah mati,
semua yang kita cita-citakan yang bersifat duniawi itu tidak akan kita bawa
mati, yang ada hanyalah tinggal nama dan kenangan selama hidup yang dapat orang
lain ingat. Seperti dalam ilustrasi contohnya, Sapardi Djoko Damono berharap
kalau saja beliau meninggal nanti ia ingin dikenang sebagai seorang sastrawan
dengan meninggalkan karya-karya sastranya.
II. Tanggapan Berdasarkan Sudut Pandang
Tanggapan saya
mengenai sajak “Pada Suatu Hari Nanti” ini adalah sebagai berikut :
A. Tema
Kalau
dilihat dari setiap bait sajaknya, sajak tersebut bertemakan perandaian,
harapan dan kesetiaan. Bisa kita lihat pada setiap baitnya seperti “Pada suatu
hari nanti, jasadku tak akan ada lagi”, “Pada suatu hari nanti, suaraku tak
terdengar lagi” dan “Pada suatu hari nanti, impianku pun tak dikenal lagi”,
pengarang berandai-andai dan pada bait “Tapi dalam bait-bait sajak ini, kau
takkan kurelakan sendiri”, “Tapi di antara larik-larik sajak ini, kau akan
tetap kusiasati” dan “Namun di sela-sela huruf sajak ini, kau takkan
letih-letihnya kucari”, pengarang bersikeras berharap ingin selalu ada dan
setia untuk kau yang disini bisa
berarti pembaca atau pendengar.
B. Perasaan
Dalam
sajak ini pengarang menyimpan perasaan akan kesedihan, karena dari isi dan
makna sajak tersebut pada suatu hari nanti pengarang akan meninggalkan kau yang disini bisa berarti pembaca. Akan kan tetapi disini
pengarang tidak terlalu khawatir akan sosok kau,
karena meskipun kelak pengarang akan tiada, namun setiap bait, larik,
huruf-huruf yang ada pada setiap sajaknya akan selalu tetap menemani pendengar
ataupun pembaca.
C. Suasana
dan Nada
Suasana
yang dapat diterima pembaca maupun pendengar setelah membaca atau mendengar
sajak ini adalah suasana sedih dan haru, karena suatu saat pengarang akan tiada
dan tidak akan bisa berkarya lagi dan hanya meninggalkan karya-karya sastra
yang pernah ditulis saja. Sedangkan nada yang terkandung didalam sajak tersebut
pengarang bersikap lembut atau halus dalam menyampaikan pesan-pesannya.
D. Diksi
Diksi
yang digunakan sipengarang dalam sajak tersebut lebih menggunakan kata-kata
yang mudah dicerna atau dipahami oleh pembaca maupun pendengar. Seperti pada
bait “Pada suatu hari nanti” si pendengar atau pembaca dapat langsung memahami
makna yang terkandung didalamnya, yaitu menceritakan masa yang akan dating atau
kelak. Dan pada bait selanjutnya “Jasadku tak aka nada lagi” pembaca atau
pendengarpun pasti mengerti akan maksudnya, yaitu tokoh aku pada kata jasadku
akan meninggal atau tiada, dan sama pula halnya pada bait-bait selanjutnya
memiliki makna yang mudah dipahami pada setiap katanya karena pengarang lebih menggunakan
makna yang sebenarnya pada setiap baitnya.
E. Majas
Pada
sajak ini hanya terdapat majas metafora atau perumpamaan, bisa kita lihat pada
bait “Tapi dalam bait-bait sajak ini, kau takkan kurelakan sendiri”, “Tapi
dalam larik-larik sajak ini, kau akan tetap kusiasati”, dan bait “Namun
disela-sela huruf sajak ini, kau takkan letih-letihnya kucari”. Dalam bait-bait
sajak tersebut jelas bahwa disitu terkandung majas metafora, karena pengarang
mengumpamakan sesuatu dengan bait-bait, larik-larik, dan huruf dalam sajaknya.
F. Rima
Dari
segi rima, Sapardi Djoko Damono menggunakan rima a-a-a-a pada sajaknya
tersebut, karena setiap lariknya berakhiran i semua.
G. Ritme
Ritme
yang terkandung dalam sajak ini yaitu terdapat pada pengulangan klausa “Pada
suatu hari nanti” yang ada pada setiap bait sajaknya.
H. Denotasi
Dalam
sajak tersebut ada sebuah denotasi kata yang dijadikan tumpuan, misalnya pada
bait “Tapi dalam bait-bait sajak ini”, “Tapi dalam larik-larik sajak ini” dan
“Namun disela-sela huruf sajak ini”, dalam bait tersebut kata sajak dijadikan pegangan kalau saja
sajak bisa membuat orang berarti.
III.
Perbandingan
dengan Sajak Lain
Dibandingkan
dengan sajak-sajak populer Sapardi Djoko Damono yang lainnya, seperti sajak
“Aku Ingin” yang merupakan sajak yang begitu sederhana namun kaya makna, saya
rasa sajak “Pada Suatu Hari Ini” lebih sederhana lagi disbanding dengan sajak
tersebut. Karena dalam sajak Pada Suatu Hari Nanti, Sapardi Djoko Damono lebih
menggunakan pemilihan diksi yang sederhana dan mudah dipahami. Lain halnya
dengan sajak Aku Ingin, walaupun sajaknya begitu pendek dan sederhana, namun
beliau menyiratkan diksi-diksi yang menarik namun tetap sederhana.
Pada sajak
beliau yang lainnya, misalnya “Bulan Sepotong” dan “Becak Mini” juga merupakan
sajak yang begitu sederhana yang pernah beliau ciptakan, namun jauh dibalik
kesederhanaan sajaknya itu tersimpan makna yang cukup luas dan dalam melalui
diksi yang tidak dengan mudahnya dipahami oleh apresiator yang masih awam akan
memaknai sebuah puisi. Berbeda dengan sajak Pada Suatu hari nanti yang
merupakan sajak sederhana dan menggunakan diksi yang sederhana pula, namun
tetap kaya akan makna.
IV.
Penutup
Menurut pendapat saya, sajak buah karya Sapardi
Djoko Damono ini merupakan karyanya yang sangat indah dan benar-benar menyentuh
hati dan perasaan kita, karena isinya beliau tulis dengan bahasa yang mudah
dimengerti, apalagi untuk seseorang yang masih awam seperti saya untuk memaknai
sebuah karya sastra seperti puisi/sajak. Ketika membaca ataupun mendengarnya
kita dapat langsung memahami maknanya yang begitu haru dan membuat kita sedih.
Meskipun beliau menggunakan kata-kata yang sederhana, namun terdengar luar
biasa dan kaya akan makna.
Dalam segi maknanya juga begitu dalam, disana telah
tersiratkan sebuah pesan, bahwa jiwa seorang penyair itu tidak akan pernah mati
di mata para apresiatornya. Jiwa penyair akan selalu hidup abadi meskipun
raganya telah meninggalkan dunia ini. Karena segala harapan dan impiannya
tentang kehidupan ini telah terbekukan dan kekal abadi lewat bait, larik, kata
pada setiap sajaknya yg disiratkan dengan hati dan perasaan yang mendalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar